“SIKAP
PROFESIONAL DA’I”
Oleh
: Ahmadi
Bagaimanakah
sikap yang seharusnya dimiliki oleh seorang muballigh atau seorang da’i ?
Sikap
yang harus dilakukan sebagai seorang pendakwah ada tiga macam yaitu, :
1.
Harus selalu meningkatkan kadar keimanan dan ketaqwaan kepada Allah
SWT.
2. Harus selalu berupaya menjalin hubungan yang baik dan harmonis
dengan masyarakat, maupun hubungan sejawat dengan sesama muballigh.
3.
Harus selalu siap sedia berjihad di medan dakwah, seberat apapun
yang harus dilakukan.
Akhlaq
Muballigh/Da’i
Akhlaq
seorang muballigh akan selalu diperhatikan oleh masyarakat. Oleh karena itu
seorang da’i harus benar-benar ekstra hati-hati dalam melakukan sesuatu baik
ketika ia menyampaikan dakwahnya, maupun ketika di luar kegiatan dakwah secara
resmi. Sebab apapun gerak-gerik seorang muballigh, juga mengandung unsur dakwah
dan contoh bagi masyarakat.
Seorang
muballigh untuk senantiasa istiqomah dalam ketaatan kepada Allah SWT, karena
ketaatan dan keistiqomahan inilah yang nantinya dapat membawa keberhasilan
dakwah. Dia akan dapat berbuat tersebut, jika memang dilandasi dengan
keikhlasan yang tinggi…
Pentingnya
Lembaga Dakwah
Selanjutnya
seorang muballigh tidak dapat bekerja sendiri dalam dakwahnya. Dia memerlukan
peran serta dari berbagai pihak, demi berlangsungnya dakwah. Di samping itu
seorang muballigh adalah manusia biasa yang penuh dengan keterbatasan, sehingga
bantuan baik pemikiran, saran, kritik dan bantuan bentuk lain diperlukan
seorang muballigh. Oleh karena itu dalam hal ini masyarakatpun harus tahu akan
kebutuhan seorang muballigh baik segi materi/ekonomi, atau kebutuhan
peningkatan profesionalitas da’i.
Sering
kali masyarakat kurang peduli dengan kepentingan seorang muballigh sebagai
manusia. Kebanyakan masyarakat menuntut supaya seorang muballigh harus dapat
memberikan contoh dalam segala hal. Oleh karena itu dalam masyarakat orang yang
mau terjun dalam dunia dakwah sangat sedikit sekali, bahkan banyak lulusan Perguruan
Tinggi Agama banyak yang enggan melakukan aktivitas dakwah. Karena mungkin
tidak terlalu menjanjikan secara materi. Dalam masyarakat seolah-olah muballigh
terkesan sebagai pekerjaan bagi para pengangguran. Apalagi sebagai ustadz TKA-TPA,
kebanyakan hanya untuk menunggu waktu mendapat pekerjaan, atau menunggu nikah
bagi ustadzah. Dakwah dengan begitu tidak berjalan lancar, karena masyarakat
sendiri kurang menghargai profesi ini.
Disinilah
penting adanya suatu lembaga dakwah, dimana masyarakat secara umum dapat
berperan serta dalam dinamika dakwah. Bagi para aghniya’ (kalangan kaya) dapat menyumbangkan sebagian
kekayaannya, sehingga para aktivis dakwah tidak terlalu terbebani masalah transport,
dan biaya akomodasi lainnya. Sebab banyak para aktivis yang di samping pelaku
dakwah itu sendiri. Memang kebanyakan masyarakat maunya tinggal menerima dakwah
dan gratis. Padahal kalau kita mau berpikir sejenak bahwa menerima atau melakukan
sesuatu pada hakekatnya tidak ada yang gratis. Oleh karena itu lembaga dakwah
memiliki tugas mengkoordinasikan dan memenej kegiatan dakwah baik segi kegiatan
maupun pendanaannya.
Dalam
QS. Ash-Shaff ayat 11 : “Hendaklah kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya,
serta berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik
bagimu jika kamu mengetahui.”
Sinergi
Dan Kerjasama Antar Posisi
Di
samping memerlukan pembiayaan dakwah juga membutuhkan kerjasama dalam
masyarakat, sebagaimana dalam sebuah hadits Nabi Muhammad SAW bersabda: “Jika
kamu melihat kemungkaran, maka rubahlah dengan tanganmu (kekuasaanmu), jika
tidak mampu maka dengan lisanmu,dan jika tidak mampu dengan hatimu: (HR. Bukhari)
Jadi
disinilah sesungguhnya dakwah bukanlah pekerjaan melulu seorang da’i, tetapi
pekerjaan semua pihak sesuai dimana dia berada pada kedudukan apa saja. Karena
pada hakekatnya Islam merupakan agama dakwah, sehingga setiap diri muslim dia
adalah seorang muballigh atau da’i.
Bagi
yang memiliki tangan atau kekuasaan, maka dia harus memanfaatkan kekuasaanya
itu untuk kepentingan dakwah Islamiyah. Bagi yang mempunyai kepandaian
berbicara maka dapat menggunakan lisannya berdakwah. Sedangkan bagi yang tidak
memiliki keduanya, maka dengan hatinya. Maksudnya supaya dia selalu berdoa agar
dakwah dapat berjalan dengan baik, dan mau mendoakan orang-orang yang berbuat
mungkar, supaya kembali ke jalan kebenaran.
Kesiapan
Mental Dan Fisik
Kesiapan
mental dan fisik ini sangat dibutuhkan oleh seorang da’i. Karena medan dakwah
bukan suatu bidang yang ringan, yang membutuhkan pemikiran, jiwa yang sabar, serta
fisik yang kuat. Jika hal itu tidak dimiliki para muballigh, maka dakwah tidak
dapat berjalan secara optimal.
Kesiapan
mental dapat berupa dengan mempertebal rasa percaya diri, caranya dengan
meningkatkan wawasan, pengetahuan. Baik pengetahuan agama maupun umum. Di samping
itu dakwah bukanlah pekerjaan asal-asalan, sehingga da’i pun harus membekali
ketrampilan teknis, baik itu tentang manajemen dakwah, retorika, psikologi,
maupun ilmu-ilmu pendukung yang lain. Jangan sampai seorang muballigh hanya
mempunyai wawasan yang dangkal, sehingga nantinya sasaran dakwah (mad’u) bosan
dan meninggalkan, ataupun jika tidak demikian dakwah tidak lagi memiliki daya
rubah masyarakat. Masyarakat tidak lagi dinamis ke arah kebaikan, akan tetapi
statis atau justru merosot derajat keberagamaannya.
Banyak
terjadi kesalahpahaman di kalangan masyarakat tentang agama, sehingga timbul
sekte-sekte dalam masyarakat yang antara satu dengan yang lainnya saling
menyalahkan dan bermusuhan. Hal ini bermula dari adanya wawasan sempit da’i,
sehingga memandang bahwa dialah yang paling benar dan terbaik. Kemudian
timbullah eksklusifisme dalam masyarakat, mereka tidak mau bergaul layaknya
anggota masyarakat yang lain.
Pengetahuan
umumpun memiliki makna penting, karena sebenarnya dakwah harus dapat memasuki
semua bidang kehidupan. Artinya bahwa semua profesi haruslah dibimbing dengan
moralitas agama, sehingga jangan sampai ada satu bidangpun terlepas dari
jangkauan dakwah. Karena bidang satu dan yang lain saling berkaitan.
Seorang
muballigh di samping memiliki pengetahuan dan wawasan yang cukup, juga perlu
menjaga kesehatan fisiknya. Karena dakwah memerlukan tenaga dan ketahanan tubuh
yang prima. Sehingga perlu menjaga pola makan, istirahat serta olah raga yang
cukup. Tidak lucu kalau seorang muballigh sakit-sakitan. Dakwah adalah medan
jihad yang memerlukan orang-orang yang kuat mental dan fisik.
Komitmen
Terhadap Dakwah
Dalam
masyarakat yang serba canggih dan modern, tantangan hidup tidak semakin ringan.
Begitupun tantangan dakwah juga semakin beragam dan berat. Oleh karena itu
sikap komitmen terhadap dakwah ini harus dimiliki oleh insan-insan muballigh. Mengapa demikian?
Karena banyak juga terjadi seseorang yang memposisikan dirinya sebagai seorang
muballigh hanya untuk batu loncatan, atau hanya demi kepentingan duniawi.
Ada
sebagaian da’i setelah mencapai ketenaran kemudian menjadikan dirinya untuk
memiliki nilai komersial lebih tinggi, dengan dalih profesionalitas. Di lain
tempat ada juga seorang muballigh berusaha meraih jabatan publik dengan
memanfaat nama yang sudah banyak dikenal, dengan harapan dukunganpun akan
banyak.
Apakah
seorang muballigh atau da’i tidak boleh memiliki jabatan duniawi? Tentu saja
boleh, di sini yang diperlukan adalah komitmen dia terhadap perjuangan dakwah
Islamiyah. Mengapa demikian? Karena banyak para muballigh yang beralih atau merangkap jabatan, maka
kebanyakan di antara mereka kemudian disibukkan oleh jabatan barunya.
Seharusnya
dengan adanya jabatan yang dia miliki semakin besar komitmennya dalam kegiatan
dakwah, jika waktu sudah tidak memungkinkan lagi, setidaknya dalam
lingkungannya dakwah tetap dijalankan dan nama besar dirinya dapat dimanfaatkan
untuk kepentingan dakwah, ataupun dana yang dia punyai dapat dialokasikan
sebagian untuk kepentingan dakwah. Dengan demikian dakwah akan dapat berjalan
di semua lini bidang kehidupan.
Bersahabat
Dengan Semua Kalangan
Hal
ini harus dipunyai oleh seorang da’i. Karena seorang da’i mau tidak mau harus
berjumpa dan berhubungan dengan semua kalangan. Bersikap sahabat terhadap
mereka semua adalah sesuatu yang harus dilakukan. Karena seseorang tidak akan
mau menerima nasehat atau dakwah agama, jika dia agama mengambil sikap sebagai
musuh. Meskipun dalam hal-hal tertentu mungkin sedikit banyak ada perbedaan sifat
dan sikap.
Demikianlah
beberapa hal yang semestinya menjadi sikap dan kepribadian seorang muballigh
ataupun da’i. Semoga diri kita termasuk muballigh atau da’i yang mampu
membawakan risalah agama Islam dengan
sebaik-baik dan sebenar-benarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar